Surat tanah mungkin lebih terdengar asing dibandingkan sertifikat tanah. Meski begitu, keduanya sama-sama memiliki fungsi sebagai bukti otentik atas kepemilikan tanah/lahan bagi seseorang.
Setidaknya ada tiga jenis surat tanah yang masih berlaku di Indonesia. Diantaranya adalah Petok D, girik, dan surat hijau atau lebih dikenal surat ijo. Apa saja pengertian dari masing-masing surat tanah ini?
Petok D
Petok D merupakan salah satu satu syarat untuk pengkonversian tanah milik adat yaitu hak-hak yang memberi wewenang sebagaimana, atau mirip dengan hak milik yaitu hak-hak Agranisme gendom, milik yayasan bandar beni, hak atas druwe/druwe desa, pesini, grant, sultan dan sebagainya dikonversi menjadi tanah hak milik (Pasal 11 diktum ke 2 UUPA).
Girik
Girik bukanlah sebuah sertifikat melainkan tanda kepemilikan tanah berdasarkan hukum adat. Kepemilikan ini tak tercatat di kantor pertanahan. Jadi, tanah sangat rentan disengketakan.
Oleh karena itu bila saat ini Anda baru menyadari bahwa status kepemilikan tanah masih sebatas girik, sebaiknya segera tempuh prosedur berlaku untuk mengubahnya menjadi Sertifikat Hak Milik. Anda tentu tidak ingin ada masalah menimpa di kemudian hari, kan?
Sebagai tanda kepemilikan, girik dapat dijadikan dasar untuk memohon hak atas tanah karena pada dasarnya hukum pertanahan di Indonesia bersumber pada hukum tanah adat yang tidak tertulis. Hal ini dapat dilihat pada pasal 5 undang-undang Pokok Agraria tahun 1960.
Untuk mengubah status tanah girik menjadi Hak Milik, Anda selaku pemohon harus melalui sejumlah prosedur di BPN wilayah setempat dimulai dari:
Persyaratan
Formulir permohonan yang sudah diisi dan ditandatangani pemohon atau kuasanya di atas materai cukup
Surat Kuasa apabila dikuasakan
Fotocopy identitas (KTP, KK) pemohon dan kuasa apabila dikuasakan, yang telah dicocokkan dengan aslinya oleh petugas loket
Bukti pemilikan tanah/alas hak milik adat/bekas milik adat
Foto copy SPPT PBB Tahun berjalan yang telah dicocokkan dengan aslinya oleh petugas loket dan penyerahan bukti SSB (BPHTB)
Melampirkan bukti SSP/PPh sesuai dengan ketentuan
Keterangan
Formulir permohonan memuat:
Identitas diri
Luas, letak dan penggunaan tanah yang dimohon
Pernyataan tanah tidak sengketa
Pernyataan tanah dikuasai secara fisik
Biaya
Simulasi perhitungan biaya untuk tanah perseorangan di DKI Jakarta dengan luas 100M2 adalah sebagai berikut:
Biaya Pengukuran: Rp124.000
Biaya Panitia: Rp354.000
Biaya Pendaftaran: Rp50.000
Total Biaya: Rp528.000
Surat Hijau/Surat Ijo
Khusus untuk surat ijo, surat tanah ini hanya beredar dan berlaku di Kota Surabaya. Disebut juga Surat Ijin Pemakaian Tanah (Surat Hijau), surat tanah ini merupakan izin yang diterbitkan pemerintah kota atas pemakaian tanah aset Pemerintah.
Menurut Badan Pengelolaan Tanah dan Bangunan, dasar perolehan/penguasaan tanah dengan status surat ijo berasal dari:
1. Tanah peninggalan Kolonial Belanda (hak eigendom gementee, besluit) dan tanah yang diberikan Pemerintah Indonesia dengan Hak Pengelolaan.
2. Tanah yang pengadaannya dilakukan sendiri pemerintah Kota Surabaya dengan jalan pembebasan tanah (P2TUN) maupun tukar-menukar (Ruislag).
Landasan hukum yang mengharuskan setiap orang atau badan hukum yang menggunakan tanah aset Pemkot Surabaya harus memiliki izin Pemakaian Tanah adalah Perda No.1 Tahun 1997 tentang Ijin Pemakaian Tanah.
Peraturan daerah yang berlaku bagi pemegang Surat Hijau sesuai Perda no.1 tahun1997 adalah:
a. Lahan dipergunakan sesuai peruntukan.
b. Selambatnya satu tahun sejak dikeluarkan izin, pemegang surat harus mendirikan bangunan yang dilengkapi IMB.
c. Dilarang mengalihkan ke pihak lain tanpa izin tertulis kepala daerah atau pejabat yang ditunjuk.
d. Jika pemegang Surat Ijo meninggal, ahli waris bisa melanjutkan Izin Pemakaian Tanah dengan mengajukan permohonan ke kepala daerah atau pejabat yang ditunjuk.
e. Semua pajak dan beban lain ditanggung pemegang izin.
f. Pemegang izin wajib membayar retribusi. Besarnya retribusi dapat berubah sesuai ketentuan yang ditetapkan.
g. Keterlambatan pembayaran retribusi dikenakan denda:
Sampai 3 bulan sebesar 50% dari retribusi yang berlaku
Lebih dari 3 bulan – 1 tahun sebesar 100%
1 – 2 tahun sebesar 200%
2 – 3 tahun sebesar 300%
3 – 4 tahun sebesar 400%
Lebih dari 4 tahun sebesar 500%
h. Izin bisa dicabut sewaktu-waktu apabila:
Tanah tersebut dibutuhkan untuk kepentingan pemerintah daerah
Pemegang izin melanggar ketentuan
Pemegang izin menelantarkan atau tidak memanfaatkan tanahnya selama lebih dari tiga tahun
Persyaratan yang diajukan untuk mendapatkan izin tidak dapat dipertanggung- jawabkan
Berdasarkan uraian peraturan di atas, maka setiap orang atau badan hukum yang akan memakai tanah tersebut, harus terlebih dahulu memperoleh izin pemakaian tanah dengan mengajukan surat permohonan pada Walikota Surabaya atau pejabat yang ditunjuk.
Setelah mendapatkan izin pemakaian tanah, pemegang izin berkewajiban membayar retribusi sesuai ketentuan yang berlaku, mematuhi dan mentaati semua ketentuan yang ditetapkan, serta menggunakan tanah sesuai peruntukannya. Masa berlaku Surat Hijau/Surat Ijo dibedakan menjadi:
1. Izin Pemakaian Tanah jangka pendek (2 tahun)
2. Izin Pemakaian Tanah jangka menengah (5 tahun)
3. Izin Pemakaian Tanah jangka panjang (20 tahun)
Namun untuk mengajukan perubahan Surat Hijau menjadi Hak Milik sulit dilakukan, atau tidak bisa sebelum ada pelepasan aset pemerintah kota dari Walikota yang disetujui DPRD.
Ini dikarenakan sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) yaitu retribusi penyewa tanah merupakan salah satu penyumbang PAD terbesar bagi Kota Surabaya.
Setidaknya ada tiga jenis surat tanah yang masih berlaku di Indonesia. Diantaranya adalah Petok D, girik, dan surat hijau atau lebih dikenal surat ijo. Apa saja pengertian dari masing-masing surat tanah ini?
Petok D
Petok D merupakan salah satu satu syarat untuk pengkonversian tanah milik adat yaitu hak-hak yang memberi wewenang sebagaimana, atau mirip dengan hak milik yaitu hak-hak Agranisme gendom, milik yayasan bandar beni, hak atas druwe/druwe desa, pesini, grant, sultan dan sebagainya dikonversi menjadi tanah hak milik (Pasal 11 diktum ke 2 UUPA).
Girik
Girik bukanlah sebuah sertifikat melainkan tanda kepemilikan tanah berdasarkan hukum adat. Kepemilikan ini tak tercatat di kantor pertanahan. Jadi, tanah sangat rentan disengketakan.
Oleh karena itu bila saat ini Anda baru menyadari bahwa status kepemilikan tanah masih sebatas girik, sebaiknya segera tempuh prosedur berlaku untuk mengubahnya menjadi Sertifikat Hak Milik. Anda tentu tidak ingin ada masalah menimpa di kemudian hari, kan?
Sebagai tanda kepemilikan, girik dapat dijadikan dasar untuk memohon hak atas tanah karena pada dasarnya hukum pertanahan di Indonesia bersumber pada hukum tanah adat yang tidak tertulis. Hal ini dapat dilihat pada pasal 5 undang-undang Pokok Agraria tahun 1960.
Untuk mengubah status tanah girik menjadi Hak Milik, Anda selaku pemohon harus melalui sejumlah prosedur di BPN wilayah setempat dimulai dari:
Persyaratan
Formulir permohonan yang sudah diisi dan ditandatangani pemohon atau kuasanya di atas materai cukup
Surat Kuasa apabila dikuasakan
Fotocopy identitas (KTP, KK) pemohon dan kuasa apabila dikuasakan, yang telah dicocokkan dengan aslinya oleh petugas loket
Bukti pemilikan tanah/alas hak milik adat/bekas milik adat
Foto copy SPPT PBB Tahun berjalan yang telah dicocokkan dengan aslinya oleh petugas loket dan penyerahan bukti SSB (BPHTB)
Melampirkan bukti SSP/PPh sesuai dengan ketentuan
Keterangan
Formulir permohonan memuat:
Identitas diri
Luas, letak dan penggunaan tanah yang dimohon
Pernyataan tanah tidak sengketa
Pernyataan tanah dikuasai secara fisik
Biaya
Simulasi perhitungan biaya untuk tanah perseorangan di DKI Jakarta dengan luas 100M2 adalah sebagai berikut:
Biaya Pengukuran: Rp124.000
Biaya Panitia: Rp354.000
Biaya Pendaftaran: Rp50.000
Total Biaya: Rp528.000
Surat Hijau/Surat Ijo
Khusus untuk surat ijo, surat tanah ini hanya beredar dan berlaku di Kota Surabaya. Disebut juga Surat Ijin Pemakaian Tanah (Surat Hijau), surat tanah ini merupakan izin yang diterbitkan pemerintah kota atas pemakaian tanah aset Pemerintah.
Menurut Badan Pengelolaan Tanah dan Bangunan, dasar perolehan/penguasaan tanah dengan status surat ijo berasal dari:
1. Tanah peninggalan Kolonial Belanda (hak eigendom gementee, besluit) dan tanah yang diberikan Pemerintah Indonesia dengan Hak Pengelolaan.
2. Tanah yang pengadaannya dilakukan sendiri pemerintah Kota Surabaya dengan jalan pembebasan tanah (P2TUN) maupun tukar-menukar (Ruislag).
Landasan hukum yang mengharuskan setiap orang atau badan hukum yang menggunakan tanah aset Pemkot Surabaya harus memiliki izin Pemakaian Tanah adalah Perda No.1 Tahun 1997 tentang Ijin Pemakaian Tanah.
Peraturan daerah yang berlaku bagi pemegang Surat Hijau sesuai Perda no.1 tahun1997 adalah:
a. Lahan dipergunakan sesuai peruntukan.
b. Selambatnya satu tahun sejak dikeluarkan izin, pemegang surat harus mendirikan bangunan yang dilengkapi IMB.
c. Dilarang mengalihkan ke pihak lain tanpa izin tertulis kepala daerah atau pejabat yang ditunjuk.
d. Jika pemegang Surat Ijo meninggal, ahli waris bisa melanjutkan Izin Pemakaian Tanah dengan mengajukan permohonan ke kepala daerah atau pejabat yang ditunjuk.
e. Semua pajak dan beban lain ditanggung pemegang izin.
f. Pemegang izin wajib membayar retribusi. Besarnya retribusi dapat berubah sesuai ketentuan yang ditetapkan.
g. Keterlambatan pembayaran retribusi dikenakan denda:
Sampai 3 bulan sebesar 50% dari retribusi yang berlaku
Lebih dari 3 bulan – 1 tahun sebesar 100%
1 – 2 tahun sebesar 200%
2 – 3 tahun sebesar 300%
3 – 4 tahun sebesar 400%
Lebih dari 4 tahun sebesar 500%
h. Izin bisa dicabut sewaktu-waktu apabila:
Tanah tersebut dibutuhkan untuk kepentingan pemerintah daerah
Pemegang izin melanggar ketentuan
Pemegang izin menelantarkan atau tidak memanfaatkan tanahnya selama lebih dari tiga tahun
Persyaratan yang diajukan untuk mendapatkan izin tidak dapat dipertanggung- jawabkan
Berdasarkan uraian peraturan di atas, maka setiap orang atau badan hukum yang akan memakai tanah tersebut, harus terlebih dahulu memperoleh izin pemakaian tanah dengan mengajukan surat permohonan pada Walikota Surabaya atau pejabat yang ditunjuk.
Setelah mendapatkan izin pemakaian tanah, pemegang izin berkewajiban membayar retribusi sesuai ketentuan yang berlaku, mematuhi dan mentaati semua ketentuan yang ditetapkan, serta menggunakan tanah sesuai peruntukannya. Masa berlaku Surat Hijau/Surat Ijo dibedakan menjadi:
1. Izin Pemakaian Tanah jangka pendek (2 tahun)
2. Izin Pemakaian Tanah jangka menengah (5 tahun)
3. Izin Pemakaian Tanah jangka panjang (20 tahun)
Namun untuk mengajukan perubahan Surat Hijau menjadi Hak Milik sulit dilakukan, atau tidak bisa sebelum ada pelepasan aset pemerintah kota dari Walikota yang disetujui DPRD.
Ini dikarenakan sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) yaitu retribusi penyewa tanah merupakan salah satu penyumbang PAD terbesar bagi Kota Surabaya.
0 Response to "Tiga Jenis Surat Tanah"
Post a Comment